Breaking

Senin, 17 Februari 2020

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


     A. Pengertian
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dengan pendekatan kontekstual diharapkan hasil belajar dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya dalam kehidupan mereka dalam jangka panjang.
Pendekatan pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan aktifitas siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan konsep tentang materi pembelajaran dan mengaitkan konsep tersebut dengan situasi dunia nyata mereka.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Elaine B. Johnson bahwa kekuatan, kecepatan, dan kecerdasan otak (IQ) tidak lepas dari faktor lingkungan atau faktor konteks, karena ada interface antara otak dan lingkungan.
Pendekatan pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk selalu aktif dalam menemukan konsep dan mengaitkan antara pengalaman yang dimiliki siswa dengan materi yanng dipelajari. Hal ini sesuai dengan “pembelajaran spiral” sebagai konsekuensi dalil J. Bruner.
Dalam matematika misalnya, setiap konsep saling berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep lain. Sehingga siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.
Contextual Teaching and Learning merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa. Pembelajaran ini digunakan untuk memahami makna materi pelajaran yang sedang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu konteks ke konteks lainnya.
Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual siswa akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal untuk memecahkan masalah kehidupannya di lingkungan masyarakat. Siswa adalah generasi yang dipersiapkan untuk menghadapi dan memecahkan masalah di masa mendatang sehingga perlu dilatih dari sekarang.
Menurut S. Nasution memecahkan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya (discovery) tanpa bantuan khusus. Masalah yang dipecahkan , ditemukan sendiri tanpa bantuan khusus akan memberi hasil yang lebih unggul dibanding pemecahan masalah yang mendapat bantuan khusus.
Dengan demikian pendekatan pembelajaran kontekstual pembelajaran adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan konsep dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki sebagai pengetahuan prasyarat untuk membangun konsep baru.
Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat mengaplikasikan konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata mereka untuk memecahkan masalah kehidupan di lingkungannya.
            B. Komponen Pendekatan Kontekstual
Komponen - komponen yang menyusun Pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
  1. Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating),
  2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing),
  3. Belajar secara mandiri,
  4. Kolaborasi (collaborating),
  5. Berpikir kritis dan kreatif (applying),
  6. Mengembangkan potensi individu (transfering),
  7. Standar pencapaian yang tinggi,
  8. Asesmen yang autentik.
     C. Karakteristik Pendekatan Kontekstual
Ada beberapa karakteristik dalam pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, yaitu:
  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan, tidak membosankan
  • Belajar dengan bergairah
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Siswa aktif
  • Sharing dengan teman
  • Siswa kritis guru kreatif
  • Dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapot tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pendekatan kontekstual mempunyai ciri khas adanya kerjasama dan sharing antar siswa agar dapat saling menunjang dalam pembelajaran, siswa aktif , senang dan bergairah dalam belajar, pembelajaran terintegrasi dengan mata pelajaran lain, dengan kebebasan berpendapat membuat siswa kritis, dan suasana kelas menjadi indah dan membuat siswa nyaman untuk belajar.
     D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam  kehidupan sehari-hari siswa  di  lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi bermaknabagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut  dapat  dikatakan  menggunakanpendekatan kontekstual. Pembelajaran  kontekstual  dapat  diterapakan  dalam  kelas  besar  maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai pertanyaan iswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun modern.
Seperti yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual tes hanya merupakan sebagian dari teknik/ instrumen penelitian yang bermaca-macam seperti wawancara, observasi, inventory, skala sikap, penilaian kinerja, portofolio, jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan untuk menilai kemampuan siswa   yang sebenarnya (autentik). Penilainya bukan hanya guru saja tetapi juga diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi, bengkel, tukang  dsb.). Saat penilaian diusahakan pada situasi yang  autetik  misal  pada  saat  diskusi,  praktikum, wawancara di  bengkel, kegiatan belajar-mengajar di kelas dan sebagainya.siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungs mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa model pembelajaran yang meruapakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning).
1. Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung  adalah  guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan jangka   sorong, siswa   dapat  belajar  dengan  menirukan  cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal  menggarisbawahi kata  kunci,  menyusun  jembatan  keledai,  membuat  peta  konsep,  dan membuat rangkuman).
Tabel 1
Sintaks Model pembelajaran Langsung
Fase
Peran Guru
1.  Menyampaikan tujuan &
mempersiapkan siswa.
Guru  menjelaskan  tujuan  &  kompetensi
yang  ingin  dicapai,  informasi latar belakang, pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.
2.  Mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan
Guru    mendemonstrasikan    keterampilan
dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
3.  Membimbing pelatihan
Guru merencanakan & memberi bimbingan
pelatihan awal.
4.  Mengecek pemahaman
dan memberikan umpan balik.
Guru mencek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik, memberikan umpan balik.
5.  Memberikan kesempatan
untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru        mempersiapkan       kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan pada situasi yang lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Sumber : Kardi, S. & Nur, M. (2000 : 8)


Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 1.
Model pembelajaran ini    cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut  teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi  (menurut Piaget) dan proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model   pembelajaran ini adalah   keterampilan berfikir dan pemecahan masalah, kinerja dalam menghadapi situasi kehidupan nyata, membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 2.



Tabel 2
Sintaks Model pembelajaran Berbasis Masalah

Fase
Peran Guru
1.  Mengorientasikan siswa
pada masalah.
Guru menjelaskan tujuan/ kompetensi yang
ingin dicapai, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
2.  Mengorganisir siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan   tugas   belajar   yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3.  Membimbing
penyelidikan/ inkuiri individu maupun kelompok.
Guru        mendorong        siswa        untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4.  Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Guru        membantu        siswa        dalam
merencanakan   dan   menyiapkan   karya yang sesuai seperti laporan, video, atau model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5.  Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru  membantu  siswa  untuk  melakukan
refleksi atau  evaluasi  terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sumber : Ibrahim, M. & Nur, M. (2000 : 13).

Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis masalah ini dicirikan oleh  adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa  menjadi  mandiri,  otonom,  percaya  pada  keterampilan    intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.



3. Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural, namun tidak dikemukakan dalam materi diklat ini.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya   sosiokultural dalam proses belajar seperti tersebut di muka,  dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok  koperatif  lebih  mudah  dipahami  karena  adanya  tutor  teman sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 6 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada table 3.



Tabel 3
Sintaks Model pembelajaran Koperatif
Fase
Peran Guru
1.  Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa.
Guru menyampaiakan tujuan/ kompetensi
yang ingin dicapai, dan memotivasi siswa untuk belajar.
2.  Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3.  Mengorganisasikan siswa
ke     dalam     kelompok- kelompok belajar.
Guru      menjelaskan      kepada      siswa
bagaimana cara membentuk kelompok belajar  dan  membantu  setiap  kelompok agar melakukan transisis secara efisien.
4.  Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
Guru    membimbing    kelompok-kelompok
belajar  pada  saat  mereka  mengerjakan tugas mereka.
5.  Evaluasi
Guru  mengevaluasi  hasil  belajar  tentang
materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6.  Memberikan
Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber : Ibrahim, M., dkk. (2000 : 10).
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh    proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan  apa  yang  harus  dipelajari  dan  bagaimana  mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :


1.      Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2.      Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3.      Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
4.      Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Landasan filosofi pemelajaran kontekstual adalah konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti halnya mengisi botol kosong, sebab otak siswa tidak kosong melainkan sudah berisi pengetahuan hasil pengalaman-pengalaman sebelumnya. Siswa tidak hanya ”menerima” pengetahuan, namun ”mengkonstruksi” sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual (asimilasi dan akomodasi) dan inter-individual (interaksi sosial).

Referensi :
  • Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,
  • Heruman, Model Pembelajaran Matematika,
  • Zainal Aqib, Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif) (Bandung : Yrama Widya, 2013),
  • S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 2011)
  • Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2011)
  • https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-pembelajaran-kontekstual-contextual-teaching-and-learning-ctl/10749/3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar