A. Pengertian
Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dengan pendekatan
kontekstual diharapkan hasil belajar dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga
siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya dalam kehidupan mereka dalam
jangka panjang.
Pendekatan pembelajaran kontekstual lebih
mengutamakan aktifitas siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan
konsep tentang materi pembelajaran dan mengaitkan konsep tersebut dengan
situasi dunia nyata mereka.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Elaine B.
Johnson bahwa kekuatan, kecepatan, dan kecerdasan otak (IQ) tidak lepas dari
faktor lingkungan atau faktor konteks, karena ada interface antara otak dan
lingkungan.
Pendekatan pembelajaran kontekstual mendorong
siswa untuk selalu aktif dalam menemukan konsep dan mengaitkan antara
pengalaman yang dimiliki siswa dengan materi yanng dipelajari. Hal ini sesuai
dengan “pembelajaran spiral” sebagai konsekuensi dalil J. Bruner.
Dalam matematika misalnya, setiap konsep saling
berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep
lain. Sehingga siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan
keterkaitan tersebut.
Contextual Teaching and Learning merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa.
Pembelajaran ini digunakan untuk memahami makna materi pelajaran yang sedang
dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa (konteks pribadi, sosial,
dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu konteks ke konteks lainnya.
Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual
siswa akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal untuk
memecahkan masalah kehidupannya di lingkungan masyarakat. Siswa adalah generasi
yang dipersiapkan untuk menghadapi dan memecahkan masalah di masa mendatang
sehingga perlu dilatih dari sekarang.
Menurut S. Nasution memecahkan masalah adalah
metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya (discovery)
tanpa bantuan khusus. Masalah yang dipecahkan , ditemukan sendiri tanpa bantuan
khusus akan memberi hasil yang lebih unggul dibanding pemecahan masalah yang
mendapat bantuan khusus.
Dengan demikian pendekatan pembelajaran
kontekstual pembelajaran adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk
menemukan konsep dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan pengalaman yang
dimiliki sebagai pengetahuan prasyarat untuk membangun konsep baru.
Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual
pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat mengaplikasikan konsep
yang dipelajari dengan kehidupan nyata mereka untuk memecahkan masalah
kehidupan di lingkungannya.
B. Komponen
Pendekatan Kontekstual
Komponen - komponen yang menyusun Pendekatan
kontekstual adalah sebagai berikut :
- Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating),
- Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing),
- Belajar secara mandiri,
- Kolaborasi (collaborating),
- Berpikir kritis dan kreatif (applying),
- Mengembangkan potensi individu (transfering),
- Standar pencapaian yang tinggi,
- Asesmen yang autentik.
C. Karakteristik
Pendekatan Kontekstual
Ada beberapa karakteristik dalam pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran, yaitu:
- Kerjasama
- Saling menunjang
- Menyenangkan, tidak membosankan
- Belajar dengan bergairah
- Pembelajaran terintegrasi
- Menggunakan berbagai sumber
- Siswa aktif
- Sharing dengan teman
- Siswa kritis guru kreatif
- Dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain
- Laporan kepada orang tua bukan hanya rapot tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa
pendekatan kontekstual mempunyai ciri khas adanya kerjasama dan sharing antar
siswa agar dapat saling menunjang dalam pembelajaran, siswa aktif , senang dan
bergairah dalam belajar, pembelajaran terintegrasi dengan mata pelajaran lain,
dengan kebebasan berpendapat membuat siswa kritis, dan suasana kelas menjadi
indah dan membuat siswa nyaman untuk belajar.
D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika
materi pembelajaran
tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam
kehidupan sehari-hari siswa
di lingkungan keluarga,
masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi bermaknabagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat
dikatakan
menggunakanpendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual dapat
diterapakan
dalam kelas besar maupun
kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya
jika diterapkan dalam
kelas kecil. Penerapan pembelajaran
kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan
berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar
seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber
dan
media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang yang serba
tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi
berbagai pertanyaan
iswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun modern.
Seperti
yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual tes hanya merupakan sebagian dari teknik/ instrumen penelitian yang bermaca-macam
seperti wawancara, observasi, inventory, skala sikap,
penilaian kinerja, portofolio, jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan untuk menilai kemampuan siswa yang sebenarnya (autentik).
Penilainya bukan hanya guru saja tetapi juga diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi, bengkel, tukang dsb.). Saat penilaian diusahakan
pada situasi yang autetik misal
pada
saat
diskusi, praktikum, wawancara di bengkel,
kegiatan belajar-mengajar di kelas dan sebagainya.siswa.
Dalam pembelajaran
kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas
seperti yang dilakukan saat ini.
Jadi
RPP lebih cenderung berfungs mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah
(skenario)
pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa
model pembelajaran yang meruapakan aplikasi
pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning).
1. Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah
guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa.
Rasional teoritik yang melandasi
model ini adalah teori pemodelan
tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar
dapat dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan
pengalaman
orang lain. Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan
jangka
sorong, siswa dapat
belajar
dengan menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran
ini
terutama
adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan
bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan
soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan
tentang sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer
sekrup, dan fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal menggarisbawahi kata
kunci, menyusun jembatan
keledai,
membuat
peta konsep,
dan
membuat rangkuman).
Tabel
1
Sintaks Model pembelajaran Langsung
Fase
|
Peran Guru
|
1. Menyampaikan tujuan &
mempersiapkan siswa.
|
Guru menjelaskan tujuan
&
kompetensi
yang ingin dicapai, informasi latar
belakang, pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.
|
2. Mendemonstrasikan
pengetahuan
atau keterampilan
|
Guru
mendemonstrasikan
keterampilan
dengan
benar, atau menyajikan informasi
tahap demi tahap.
|
3. Membimbing pelatihan
|
Guru
merencanakan & memberi bimbingan
pelatihan awal.
|
4. Mengecek pemahaman
dan
memberikan umpan
balik.
|
Guru
mencek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik, memberikan
umpan balik.
|
5. Memberikan kesempatan
untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan
|
Guru
mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan
lanjutan, dengan
perhatian khusus pada penerapan pada
situasi yang lebih kompleks dan kehidupan
sehari-hari.
|
Sumber : Kardi, S. & Nur, M. (2000 : 8)
Sintaks atau langkah-langkah
pembelajaran meliputi 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 1.
Model pembelajaran ini
cenderung berpusat pada guru, sehingga
sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan
pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran
yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan
seluruh siswa
khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan
resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan
mengacu pada tugas dan memberi harapan yang
tinggi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan
siswa pada situasi masalah kehidupan
nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang
siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan
dari
Bruner. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer
dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa
mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses inter-individual
atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang sebenarnya terjadi
melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak
menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini
adalah keterampilan
berfikir dan pemecahan masalah, kinerja
dalam
menghadapi situasi kehidupan nyata, membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan
peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 2.
Tabel
2
Sintaks Model pembelajaran Berbasis Masalah
Fase
|
Peran Guru
|
1. Mengorientasikan siswa
pada masalah.
|
Guru menjelaskan tujuan/ kompetensi yang
ingin dicapai, menjelaskan
logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
|
2. Mengorganisir siswa
untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan
tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
3. Membimbing
penyelidikan/ inkuiri
individu maupun kelompok.
|
Guru
mendorong siswa
untuk
mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
|
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
|
Guru
membantu
siswa
dalam
merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, video, atau
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau
evaluasi terhadap
penyelidikan
mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan.
|
Sumber : Ibrahim, M. &
Nur, M. (2000 : 13).
Lingkungan
belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis
masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa
menjadi mandiri, otonom,
percaya pada
keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.
3. Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat
kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan
pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerjasama
sampai seluruh anggota menguasai
bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran
koperatif
misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi
Kelompok, dan Pendekatan Struktural, namun tidak dikemukakan
dalam materi diklat ini.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya
sosiokultural dalam proses belajar seperti tersebut di muka,
dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan
miniatur masyarakat dan berfungsi
sebagai laboratorium
untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang
bercirikan demokrasi dan proses ilmiah.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep
yang sulit, yang melalui
kelompok
koperatif
lebih
mudah
dipahami karena
adanya
tutor
teman
sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama. Disamping
itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan koperatif
(kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan
melalui model
pembelajaran ini.
Sintaks atau langkah-langkah
pembelajaran meliputi 6 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada table 3.
Tabel
3
Sintaks Model pembelajaran Koperatif
Fase
|
Peran Guru
|
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa.
|
Guru menyampaiakan tujuan/ kompetensi
yang ingin dicapai, dan memotivasi siswa untuk belajar.
|
2. Menyajikan informasi.
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
|
3. Mengorganisasikan siswa
ke dalam
kelompok-
kelompok belajar.
|
Guru menjelaskan
kepada
siswa
bagaimana
cara membentuk kelompok belajar
dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisis secara efisien.
|
4. Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
|
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka
mengerjakan
tugas mereka.
|
5. Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang
materi yang telah dipelajari
atau masing- masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya.
|
6. Memberikan
Penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai
baik upaya maupun hasil
belajar individu
dan kelompok.
|
Sumber : Ibrahim, M., dkk. (2000 : 10).
Lingkungan
belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi
dan
peran aktif siswa dalam
menentukan apa yang
harus dipelajari dan
bagaimana mempelajarinya.
Dalam pengaturan lingkungan diusahakan
agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses
setiap siswa, serta guru menjauhi
kesalahan tradisional yakni secara ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
1.
Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di
sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara
siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan
memberdayakan siswa.
2.
Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis,
tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3.
Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang
menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang
autentik pada situasi yang autentik.
4.
Sumber belajar masih terfokus pada guru dan
buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Landasan
filosofi pemelajaran kontekstual adalah konstruktivisme yang menyatakan bahwa
pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti halnya mengisi
botol kosong, sebab otak siswa tidak kosong melainkan sudah berisi pengetahuan
hasil pengalaman-pengalaman sebelumnya. Siswa tidak hanya ”menerima”
pengetahuan, namun ”mengkonstruksi” sendiri pengetahuannya melalui proses
intra-individual (asimilasi dan akomodasi) dan inter-individual (interaksi
sosial).
Referensi :
- Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,
- Heruman, Model Pembelajaran Matematika,
- Zainal Aqib, Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif) (Bandung : Yrama Widya, 2013),
- S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta : Bumi Aksara, 2011)
- Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2011)
- https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-pembelajaran-kontekstual-contextual-teaching-and-learning-ctl/10749/3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar